Oleh Uwes Fatoni
Allah telah menganugerahkan kepada kita nikmat yang sangat melimpah. Setiap hembusan nafas dan kedipan mata adalah diantara nikmat yang tak terkira nilainya. Namun seringkali kita tidak menyadari dan mengingkarinya. Kita baru merasakan kelezatan nikmat tersebut tatkala ia telah dicabut dari diri kita.
Dari sekian banyak nikmat, ada satu nikmat yang paling besar nilainya. Walaupun seluruh nikmat yang ada di dunia ini dikumpulkan, tidak akan mampu menggantikan keutamaannya. Nikmat tersebut adalah nikmat iman.
Sebagai hamba Allah kita patut mensyukuri nikmat keimanan ini. Tidak setiap manusia di muka bumi mendapat anugerah ini. Hanya orang Islam yang merasakan lezatnya nikmat keimanan, karena ia merupakan refleksi dari sifat ar-rahman dan ar-rahim Allah. Ar-rahman yaitu sifat Allah yang senang membagikan kenikmatan berupa kasih sayang kepada semua makhluknya di muka bumi. Sedangan ar-rahim adalah sifat Allah yang senang memberikan nikmat di akhirat berupa surga yang diperuntukkan bagi orang yang beriman.
Dengan mensyukuri nikmat yang telah diperoleh, berarti kita telah menyenangkan Sang pemberi nikmat. Allah berjanji dalam QS. Ibrahim [14] ayat 7 bila kita mensyukuri nikmat-Nya, maka Dia akan melipatgandakannya dan menambahkan nikmat-nikmat yang lain. Namun sebaliknya, bila kita mengingkari nikmat tersebut kita akan memperoleh siksaan yang pedih. Bahkan tidak mustahil nikmat yang lain akan terhalang kedatangannya kepada kita.
Diantara cara mensyukuri nikmat iman adalah dengan menjaganya dari berbagai penyimpangan. Penyimpangan keimanan merupakan bagian dari rekayasa dan rekadaya setan. Setan senantiasa berupaya menjerumuskan manusia agar tersesat dari jalan yang lurus. Ia berharap seluruh umat manusia menjadi pengikutnya masuk neraka.
Allah telah memperingatkan bahwa iblis dan setan akan senantiasa berusaha memperdaya dan membelokkan keimanan kita dari jalan-Nya (QS Al-A’raf [7] : 16-17). Sejak zaman Nabi Adam sampai sekarang setan senantiasa membelokkan keimanan dengan cara menghembus-hembuskan keraguan dalam diri kita.
Tidak hanya orang awam saja yang sering diganggu setan dengan sifat keragu-raguaan. Ulama sekelas Syeikh Abdulkadir Jaelani yang terkenal dengan keluhuran ilmunya pun dalam riwayat pernah diganggu oleh setan. Namun dengan keteguhan iman dan keyakinan bahwa Muhammad Saw adalah Nabi dan Rasulullah terakhir, serta tidak mungkin Allah SWT akan mengubah syariatnya, ia pun kemudian memahami bahwa cahaya yang ada di depannya itu adalah iblis. Setelah membaca ta’awudz cahaya tersebut langsung sirna.
Dari keraguan akan melahirkan sikap pengingkaran termasuk dalam keyakinan bahwa Muhammad adalah rasul terakhir. Dalam Islam keyakinan ini merupakan bagian dari fondasi agama sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Ahzab ayat 40. “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi-nabi.” Artinya tidak ada lagi nabi dan rasul setelah Muhammad. Syariat yang beliau bawa adalah syariat yang sudah final dan berlaku sepanjang zaman. Allah tidak akan mengubah atau menggantinya dengan menunjuk nabi atau rasul baru.
Demikian besarnya nilai keimanan kepada Muhammad, sampai derajat keimanan kepada rasul sama dengan derajat keimanan kepada Allah. Bahkan dalam Alquran disebutkan orang yang beriman dan cinta kepada Allah tanpa beriman dan cinta kepada Muhammad, keimanan dan kecintaannya tersebut ditolak oleh Allah (QS Ali-Imran [3]: 31). Demikian juga dalam syahadat hanya Muhammad satu-satunya nama yang dipersandingkan di sisi nama Allah Bila keimanan kepada Rasulullah hilang maka otomatis keimanan kepada Allah pun gugur.
Indikasi adanya pengingkaran keimanan kepada Rasulullah sekarang sedang marak di masyarakat. Berbagai kelompok keagamaan sesat bermunculan. Mereka mengakui adanya nabi setelah Muhammad seperti yang disebarkan oleh kelompok al-Qiyadah al-Islamiyah. Pengingkaran ini sebenarnya telah membuat mereka kehilangan nikmat terbesar dari Allah. Mereka tersesat sekaligus menyesatkan orang lain
Selain dengan cara penyimpangan keyakinan, setan pun mengganggu kita melalui dorongan bersikap berlebih-lebihan atau melampaui batas dalam keyakinan. Sikap melampaui batas ini dikenal dengan ghuluw. Dalam Alquran Allah dengan sangat jelas melarang kita untuk berlebih-lebihan dalam beragama seperti yang dilakukan ahli kitab dalam agamanya.
“Katakanlah: ‘Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dalam agamamu dengan cara tidak benar. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya, dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia) dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” (Al-Maidah [5] :77).
Diantara sikap ghuluw adalah perbuatan merekayasa keyakinan yang sudah tetap seperti dalam masalah keesaan Tuhan, kenabian Muhammad, kesucian kitab Alquran, dan adanya hari pembalasan. Termasuk juga dalam ghuluw sikap mengada-ada atau membuat sesuatu yang baru (bid’ah) yang tidak dicontohkan oleh Nabi. Nabi mengancam orang yang berbuat bid’ah akan masuk ke dalam neraka.
Kita meyakini bahwa Islam telah sempurna diturunkan kepada nabi Muhammad sehingga tidak diperlukan lagi rekayasa baru dalam keyakinan. Kesempurnaa ini terlihat dari indahnya ajaran yang beliau bawa dan contohkan baik dalam keyakinan, sikap maupun perilaku. Oleh karenanya kita harus terus berupaya agar nikmat iman yang telah kita miliki ini tidak hilang dari dalam diri kita.
Dalam setiap shalat kita senantiasa bermunajat kepada Allah agar mendapat petunjuk keimanan dan mampu memeliharanya sepanjang hayat. Doa ini terukir indah dalam akhir surat Al-Fatihah. Intinya kita berharap agar senantiasa mendapat petunjuk menuju jalan yang lurus yait jalan orang yang mendapatkan kenikmatan seperti yang diperoleh para nabi, syuhada dan shalihin. Dan kita pun berdoa agar terlindung tidak masuk kelompok orang yang dibenci Allah dan kelompok orang yang tersesat.
Semoga Allah memberi kekuatan kepada kita untuk menjaga dan membentengi keimanan dari berbagai gangguan setan dan semoga kelak kita mendapat anugerah kenikmatan yang lebih besar, yaitu surga firdaus. Amin.
No comments:
Post a Comment